Hepinews – Potensi gempa megathrust magnitudo 8,7 yang mungkin terjadi di Selat Sunda membuat pihak berwenang di provinsi Banten melakukan beberapa langkah kewaspadaan dalam melakukan mitigasi.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banten Nana Suryana mengaku telah melibatkan desa tangguh bencana (destana) untuk menggiatkan sosialisasi kewaspadaan potensi gempa megathrust di Selat Sunda.
Menurut Nana Suryana, dalam mitigasi potensi bencana tidak hanya menjadi kewajiban pemerintah, namun juga dilakukan dengan kesadaran mandiri bersama masyarakat di wilayah rawan bencana.
“Dalam pembentukan desa atau kelurahan tanggap bencana, disiapkan beberapa titik kumpul atau titik evakuasi beserta jalurnya,” jelas Nana Suryana di Serang, Banten, Rabu (21/8/2024).
Nana Suryana menegaskan, bahwa sosialisasi yang dilakukan tidak hanya sekadar memberi arahan pada kondisi normal, di mana titik kumpul dan jalur evakuasi pasti bisa digunakan.
Namun, juga bagaimana mengevakuasi diri saat kondisi darurat, saat hal tak terduga di jalur evakuasi bisa terjadi.
“Makanya prinsipnya bahwa kita tidak panik kemudian kenali prosedurnya jika terjadi gempa itu harus seperti apa. Nah, itu yang sudah kami sosialisasikan,” beber Nana Suryana.
Nana Suryana mengungkapkan, skenario potensi gempa megathrust untuk kawasan Banten tidak seharusnya menjadi kepanikan yang berlebihan, tetapi merupakan kewaspadaan.
Oleh sebab itu, Nana Suryana mengimbau agar masyarakat dapat memperhatikan tanda-tanda alam, serta kearifan lokal untuk memastikan ciri-ciri potensi bencana alam terjadi.
Meskipun hingga kini tidak pernah ada yang bisa memastikan kapan, di mana dan berapa kekuatan gempa terjadi.
“Jadi yang bisa kita lakukan adalah bagaimana mengurangi risiko itu dengan mitigasi bencana,” ujarnya.
Menurut Nana Suryana, dari skenario potensi gempa megathrust, dapat mengakibatkan kerusakan berat pada bangunan kantor maupun rumah, yang tidak memiliki struktur tahan gempa.
Nana Suryana mengatakan mitigasi bencana bisa dimulai dari setiap instansi.
“Misalnya mengajarkan tentang berbagai tanda bencana dan menggelar simulasi potensi bencana dari tingkat PAUD di sejumlah kabupaten/kota, hingga di tingkat instansi perkantoran atau pemerintahan,” katanya.
BPBD Banten juga ikut mengawasi dari peralatan pendeteksi gempa yang ditempatkan di kawasan pesisir seperti Pasawuran, Panimbang, dan Labuan.
Selain itu, berkoordinasi secara spesifik dengan semua unsur pemerintahan dan stakeholder untuk memenuhi peralatan evakuasi yang mumpuni jika potensi bencana terjadi, terutama untuk warga yang tinggal di kawasan pesisir pantai Banten.
Seperti diketahui, pada akun edukasi gempa.dunia memaparkan potensi gempa dan tsunami 20 meter dari zona megathrust Selat Sunda dan Mentawai Siberut.
Dari kajian tersebut, skenario jika terjadi gempa khususnya pada wilayah Banten yakni pada Kabupaten Pandeglang dengan ancaman fatal, tinggi tsunami mencapai 10-20 meter dengan estimasi kedatangan setelah gempa sekitar 30 menit.
Sedangkan potensi untuk Kota Cilegon yakni level ancaman awas, dengan tinggi tsunami 3-10 meter dan estimasi kedatangan mencapai daratan selama 1.15 jam usai gempa terjadi. (ant)